Rabu, 27 Februari 2013

Cerpen: Impian Sang Juara

              Pagi itu ia terbaring lesu menatap kenyataan. "apa semua ini sia-sia?" hatinya berbisik sedemikian lembut. ia menangis. ia rapuh mengalami kenyataan. janjinya, tekadnya dan impiannya kini bertolah menjadi bumerang batinnya. ia tahu kekalahan kemarin sangat memukulnya, cita-cita masa kecilnya sebagai penulis novel terhentak ketika perlombaan karya sastra itu tak memilihnya menyandang gelar juara.

              "sudahlah dek.. jangan kamu begitu" ucap kakanaya denngan suara batak yang kental. ia mendekat dari pintu kamar sisi ranjang kasur adik perempuannya itu. "tak usahlah menangisi hala yang bukan milikmu" kakaknya menasehati. ia diam lalu duduk sambil mengusap air matanya. "aku kesel kak, udah dua kali aku kalah lomba!" ucap adiknya sembari memukul bantal.

          kakaknya lalu diam dan pergi ke luar kamar. Maria terdiam sambil memeluk kedua kakianya menghadap jendela. "tara!!!" ucap kakanya mengganggu keheningan. "kakak!" ucap Maria melihat benda yang dibawa kakanya. "kamu dapat ini. ayo ambil" ucap kakaknya sembari menyodorkan laptop bermerek Acer itu kepada Maria. "aku nggak mau! aku kan kalah! ngapain dikasih hadiah!"Maria menangis lagi.

                 "Terus kakak harus bilang waw gitu kalau kamu kalah? dek.. kalah atau menang itu biasa yang terpenting mengambil hikmah di setiap kekalahan, lihat saja Eistein, dulunya dia itu bodoh tapi tekadnya tak pernah rapuh, ia terus berjuang.. masa kamu nggak? lagipula kalau pake komputer itu terbatas kalau laptop ketika kamu sedang berada di luar rumahpun kamu dapat tetap menulis novel, itu lebih baik dan efektif, bukan?" senyum kakanya mengembang. "makasih ya kak.." ia pun memeluk kakak laki-lakinya itu. "i hope i will be the best!" bisiknya ke telinga kakaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar