Selasa, 15 April 2014

Cerpen : Telah Habis Kata



Dari jauh hari aku telah mempersiapkan ini, jauh sebelum kejadian itu.  Dengan yakin ia pasti akan sangat senang menerimanya. Di diary tertulis jelas semua konsep yang aku buat untuknya, konsep yang setiap kubaca membuatku semakin semangat berkhayal bagaimana nantinya.


Sekarang aku ada disini, melihat karya ku sendiri di tempat dimana aku dan dia pertama kali bermain bersama, rumah kaca milik kakeknya, kakek juga membantu banyak untuk ini, kadang sesekali aku melihat ia menyeka air matan   ya, mata sayunya itu menjelaskan kata yang tak terungkap entah karna senang, sedih atau rindu. Lalu di satu-satunya pohon itu aku gantungkan harapan, cita-cita dan foto kami dari kecil hingga remaja. Foto itu dimulai yang menggambarkan kemenang  annya, aibnya juga hal-hal lucu. Lalu aku letakkan kue ulang tahun yang kubuat sendiri dimeja dekat pohon itu, kue yang lahir dari laki-laki  yang tak pernah menyukai masak. Aku mati-matian untuk ini, hingga berkali-kali gagal tapi aku tak perduli. Aku bisa, walau kuenya tak seenak kue kesukaan dia, bukankah ketulusan itu lebih manis dari apapun?

Aku yakin ia pasti senang, ia akan memujiku seperti biasanya jika aku melakukan hal yang tak terduga untuknya dan pasti ia akan berkata “terimakasih jagoan..” sambil tersenyum, senyuman yang membuatku ingin terbang ke langit. Ia  pasti setelah itu akan bercerita tentang apa yang terjadi untuknya saat ini kepada semua orang , ia begitu. Lucu. Dan menurutku sedikit      sombong haha, tapi tetap saja hanya dia yang aku suka, hanya dia yang mampu membuat aku menahan sedih dan tangis, untuk apa aku menangis? Untuk kepergian selama-lamanya itu? untuk ketidakhadiran dia dihidupku setelah porak-porandanya Aceh oleh tsunami? Untuk apa? Bukankah dia telah bersumpah padaku untuk mencintaiku hingga Tuhan memanggilnya? Kata-kata itu sudah cukup membuatku bahagia, aku yakin suatu saat nanti aku ada disisinya, aku yakin didunia ini aku hanya sebentar dan aku akan segera bertemu gadis cantikku, sahabatku.
     
Mungkin juga telah habis kata-kataku untuk mengungkapkan betapa banyak rasa yang menyesak dan memenuhi hatiku. Berkali-kali aku yakinkan diri jika aku tersenyum diapun akan tersenyum, bagaimana aku rela melihat kesedihannya walau hanya imajinasi? aku akan tersenyum dengan keyakinan ini. Hingga nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar